Joko Supriyono : Resolusi Eropa Itu Politis

Ekbis0 Dilihat

Parlemen Uni Eropa (UE) mengeluarkan resolusi produk sawit. Resolusi itu menyoroti produk kelapa sawit dari Indonesia. Mereka menuduh sawit penyebab pelanggaran HAM, korupsi, pekerja anak, dan penghilangan hak masyarakat adat.

Padahal Indonesia sudah punya ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil), yang merupakan standarisasi produk kelapa sawit agar tidak menimbulkan hal-hal negatif.

Di dalam ISPO diatur mengenai prosedur teknis mulai dari pembukaan lahan baru yang tidak boleh dengan melakukan pembakaran hutan hingga aturan terperinci mengenai jenis lahan yang boleh digunakan.

Menurut Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono, resolusi kelapa sawit yang dikeluarkan oleh Parlemen UE bernuansa politis. Sehingga standar apapun yang diterapkan oleh Indonesia akan kembali dimentahkan.

“ISPO adalah standar yang dilakukan secara mandatori oleh pemerintah Indonesia. Jika kita menerapkan ISPO 100%, Eropa belum tentu mengakui itu. Mereka punya standar sendiri. Jadi isu sustainability itu sebenarnya omong kosong, buktinya kita sudah ISPO mereka enggak mau terima,” katanya, Minggu (16/4/2017).

Joko mencurigai, bahwa keputusan Parlemen UE itu didasari perang dagang. Sebab produk minyak dari kelapa sawit dianggap sebagai pesaing minyak nabati rapeseed yang diproduksi Eropa.

“Beberapa negara di Eropa itu ingin pakai rapeseed, itu kebanyakan dari Perancis. Kalau sawit masuk mereka kalah bersaing, karena cost efisiensinya jauh. Kalau sawit masuk sebagai biodiesel mereka kelabakan,” tambahnya.

Oleh karena itu, dia mendukung pemerintah untuk melakukan perlawanan atas keputusan resolusi itu. Sebab alasan yang digunakan untuk menghalangi salah satu komoditas unggulan Indonesia itu tidak mendasar.

“Kalau alasannya deforestasi itu yang mana, di mana, kapan? Harus jelas. Ini hanya karena kelapa sawit itu jauh lebih efisien, tapi tidak bisa tumbuh di Eropa, mereka hanya punya rapeseed,” katanya. jss