CBA Soroti Standar Kemiskinan BPS, Dinilai Tak Sesuai Realitas dan Rugikan Rakyat

Ekbis0 Dilihat

Metode yang Badan Pusat Statistik (BPS) dalam menghitung angka kemiskinan di Indonesia, dikritik oleh Direktur Center of Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi.

Menurutnya, standar garis kemiskinan yang digunakan BPS tidak mencerminkan kondisi riil di lapangan dan sudah tidak relevan dengan situasi ekonomi saat ini.

BPS saat ini menggunakan standar garis kemiskinan sebesar Rp595.242 per orang per bulan, atau sekitar Rp20 ribu per hari. Namun, bagi Uchok, angka ini jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar masyarakat, terutama di tengah melonjaknya harga-harga barang pokok.

“Kalau saya lebih percaya data Bank Dunia, lebih masuk akal. Masak hanya Rp595 ribu per bulan? Sekarang harga-harga semua naik, logikanya tidak masuk,” ujarnya di Jakarta, dilansir dari inilah.com, Selasa, 6 Mei 2025.

Menurutnya, penggunaan angka yang terlalu rendah oleh BPS mungkin disengaja agar jumlah penduduk miskin tampak lebih kecil. Dengan begitu, citra pemerintah tetap terlihat baik. Namun, langkah semacam itu sangat berisiko, karena dapat menyesatkan dalam proses perumusan kebijakan pengentasan kemiskinan.

“Kalau data dasarnya salah, maka kebijakannya juga pasti keliru. BPS seolah tidak punya empati. Mereka seharusnya belajar jadi rakyat miskin dulu sebelum menentukan standar kemiskinan,” ujarnya.

Menanggapi kritikan itu, Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, perbedaan data tersebut — dengan menjelaskan bahwa metodologi dan tujuan penghitungan antara BPS dan Bank Dunia — memang berbeda, sehingga tak seharusnya diperdebatkan secara emosional.

“Perbedaan angka ini muncul karena perbedaan standar garis kemiskinan dan tujuan penghitungan. Keduanya tidak saling bertentangan,” ujar Amalia.

Sebagai perbandingan, Bank Dunia menghitung bahwa pada 2024, sekitar 60,3% penduduk Indonesia atau sekitar 171,8 juta jiwa berada di bawah garis kemiskinan global.

Perhitungan itu didasarkan pada standar paritas daya beli (PPP) sebesar US$6,85 per hari untuk negara berpenghasilan menengah ke atas, seperti Indonesia, yang GNI per kapitanya telah mencapai US$4.870 pada 2023.

Dengan kurs PPP Indonesia sebesar Rp5.993,03 per dolar, maka garis kemiskinan menurut Bank Dunia mencapai Rp41.052 per hari per orang — lebih dari dua kali lipat standar BPS. Sementara data resmi BPS menyebut angka kemiskinan Indonesia hanya 8,57% atau 24,06 juta jiwa per September 2024.***